Hai ketemu lagi sama admin yang gak
pernah bosen utk kasih materi pembelajaran,. Kali ini kita akan membahas tntang
UUD RIS, UUD 1945 & Pancasila. Oke utk lebih jelasnya ayo lihat pembahasan
berikut.
UUD RIS,UUD 1945,
dan Pancasila
Konstitusi RIS 1949
A.
Latar Belakang Terbentuknya
Negara
Republik Indonesia Serikat Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945
Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu Negara bekas
jajahan masih dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda , dengan alasan
a.
Ketentuan Hukum
Internasional
Menurut Hukum Internasional suatu wilayah yang diduduki sebelum
statusnya tidak berubah, ini berarti bahwa Hindia-Belanda yang diduduki oleh
Bala Tentara Jepang masih merupakan bagian dari Kerajaan Belanda, oleh karena
itu setelah Jepang menyerah, maka kekuasaan di Hindia-Belanda adalah Kerajaan
Belanda sebagai pemilik/penguasa semula.
b.
Perjanjian Postdan
Yaitu pernjajian diadakan menjelang berakhirnya Perang Dunia II
yang diadakan oleh Negara Sekutu dengan pihak Jepang, Italia dan Jerman,
perjanjian ini menetapkan bahwa setelah Perang Dunia II selesai, maka wilayah
yang diduduki oleh ketiga Negara ini akan dikembalikan kepada penguasa semula.
Atas
dasar perjanjian di atas, maka Belanda merasa memiliki kedaulatan atas
Hindia-Belanda secara De Jure. Akibat adanya pandangan ini yang kemudian
menimbulkan konflik
senjata antara Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA pada
tanggal 10 Nopember 1946 di Surabaya (Bewa Ragawino, 2007:82-82). Untuk mengakhiri konflik ini, maka diadakan perundingan antara Indonesia dengan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947 di Linggarjati
senjata antara Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA pada
tanggal 10 Nopember 1946 di Surabaya (Bewa Ragawino, 2007:82-82). Untuk mengakhiri konflik ini, maka diadakan perundingan antara Indonesia dengan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947 di Linggarjati
Perundingan
Linggajati) yang antara lain menetapkan :
1. Belanda mengakui RI berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatra, di wilayah-wilayah lain yang berkuasa adalah Belanda.
2. Belanda dan Indonesia akan bekerja sama membentuk RIS.
3. Belanda dan Indonesia akan membentuk Uni Indonesia Belanda.
1. Belanda mengakui RI berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatra, di wilayah-wilayah lain yang berkuasa adalah Belanda.
2. Belanda dan Indonesia akan bekerja sama membentuk RIS.
3. Belanda dan Indonesia akan membentuk Uni Indonesia Belanda.
Hasil
perundingan ini sesungguhnya merugikan bangsa Indonesia karena kedaulatan
wilayah Indonesia semakin sempit. Selain itu, timbul penafsiran yang berbeda
antara Belanda Indonesa mengenai soal Kedaulatan Indonesia-Belanda, yaitu :
1. Sebelum RIS terbentuk
yang berdaulat menurut Belanda adalah Belanda, sehingga hubungan luar negeri/
Internasional hanya boleh dilakukan oleh Belanda.
2. Menurut Indonesia
sebelum RIS terbentuk yang berdaulat adalah Indonesia, terutama Pulau Jawa,
Madura dan Sumatra sehingga hubungan luar negeri juga boleh dilakukan oleh
Indonesia.
3. Belanda meminta dibuat
Polisi bersama, tetapi Indonesia menolak. Dalam diktat Bewa Ragawino (2007:83),
akibat adanya penafsiran ini terjadi Clash I (Agresi Militer I) pada tanggal 21
Juli 1947 dan Clash II (Agresi Militer II) tanggal 19 Desember 1948.
Menurut
Indonesia, Belanda menyerbu dan melanggar wilayah Negara Republik Indonesia
yang telah diakuinya sendiri sehingga hal tersebut diistilahkan dengan agresi.
Sedangkan menurut Belanda terjadinya agresi militer Belanda adalah dalam rangka
penertiban wilayah Kedaulatan Belanda. Bentrok senjata Indonesia-Belanda ini
kemudian dilerai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan melakukan genjatan
senjata serta dibuat suatu perundingan baru di atas Kapal Renville tahun 1948
(Perjanjian Renville) yang menetapkan :
1. Belanda dianggap
berdaulat penuh di seluruh Indonesia sampai terbentuk RIS.
2. RIS mempunyai kedudukan
sejajar dengan Belanda.
3. RI hanya merupakan
bagian RIS Tindak lanjut dari Perjanjian Renville ini, maka pihak PBB
merencanakan pengadaan Konferensi antara Negara Republik Indonesia dan Belanda
guna membahas mengenai Republik Indonesia Serikat. Konferensi ini dinamakan
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang mana diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949
di S’Gravenhage (Den Haag).
Terdapat
tiga pihak yang terlibat dalam konferensi ini, yaitu: Negara Republik
Indonesia, BFO (Byeenkomst voor Federal Overleg) dan Belanda, serta sebuah
komisi PBB untuk Indonesia. Pada tanggal 2 Nopember 1949, KMB menghasilkan
beberapa kesepakatan, yaitu meliputi:
1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
2. Penyerahan (baca:
pengakuan) kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Negara
RIS yang terdiri dari tiga persetujuan induk, yaitu:
a. Piagam Pengakuan Kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Negara RIS
b. Statut UNI
c. Persetujuan Perpindahan
a. Piagam Pengakuan Kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Negara RIS
b. Statut UNI
c. Persetujuan Perpindahan
3. Didirikannya UNI antara
Negara RIS dengan kerajaan Belanda. Dalam Piagam Pengakuan Kedaulatan
ditentukan bahwa hal itu akan dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949 (Soehino,
1992:44-54).
Sementara Konferensi Meja Bundar berlangsung,
delegasi dari Negara Republik Indonesia dan Delegasi dari negara-negara BFO
telah mebuat Rancangan Undang-Undang Dasar (RUUD) untuk Negara Republik
Indonesia Serikat yang akan dibentuk nanti. RUUD tersebut kenudian disahkan oleh
Pemerintah Negara Indonesia dan Komite Nasional Indonesia Pusat, dan disahkan
pula oleh Pemerintah dan Badan Perwakilan Rakyat dari negara-negara BFO.
Pengesahan itu tertera dalam Piagam Penandatanganan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 14 Desember 1949, dan mulai berlaku pada hari
pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada pemerintah Negara Republik
Indonesia Serikat, yaitu pada tanggal 27 Desember 1949 (Soehino, 1992: 54). Jadi,
pada tanggal 27 Desember 1949 berdirilah negara Republik Indonesia Serikat yang
meliputi seluruh wilayah Indonesia, yaitu bekas wilayah Hindia Belanda dahulu
dan Negara Republik Indonesia (berstatus sebagai negara
bagian) (Soehino, 1992: 54).
bagian) (Soehino, 1992: 54).
B.
Sistem dan Perkembangan Ketatanegaraan Pemerintahan Republik
Indonesia Sesuai Muatan Konstitusi RIS
1.
Sifat Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 meskipun namanya tidak memakai kata “Sementara”,
namun Konstitusi RIS 1949 ini dimaksudkan masih bersifat sementara (Soehino,
1992: 62). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Konstitusi RIS pada pasal 186
yang berbunyi “Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi) bersama-sama dengan
pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan
konstitusi sementara ini ”. Sifat kesementaraannya ini, kiranya disebabkan
karena Pembentuk UUD merasa dirinya belum representative untuk menetapkan
sebuah UUD, selain daripada itu disadari pula bahwa pembuatan UUD ini
(Konstitusi RIS) dilakukan dengan tergesa-gesa sekedar dapat memenuhi kebutuhan
sehubungan akan dibentuknya Negara Federal. Itulah sebabnya, maka menurut
Konstitusi RIS itu sendiri, di kemudian hari akan dibentuk suatu badan
Konstituante yang bersama-sama Pemerintah untuk menetapkan UUD yang baru
sebagai UUD tetap yang lebih representative (Joeniarto, 1990: 65-66).
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu ternyata hanya berlaku kurang
lebih 8 bulan saja, dari tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus
1950. Selama 8 bulan berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu,
bahwa konstitusi Republik Indonesia Serikat ditetapkan oleh konstituante
bersama-sama pemerintah tidaklah pernah terwujud. Sekalipun ada ketentuan,
bahwa konstituante bersama pemerintah seleks-lekasnya menetapkan konstitusi
Republik Indonesia Serikat, namun sejarah ketatanegaraan Indonesia membuktikan,
bahwa pengertian selekas-lekasnya itu tidak mencakup masa waktu yang kurang
dari 8 bulan (Simorangkir, 1983: 63).
2.
Daerah Negara Republik Indonesia Serikat
Berdasarkan Konstitusi RIS pada bagian
II mengenai Daerah Negara, ketentuan pasal 2, dinyatakan bahwa Republik
Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, yaitu :
daerah bersama:
a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam Perjanjian Renville tanggal 17 Januari tahun 1948; Negara Indonesia Timur; Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta; Negara Jawa Timur; Negara Madura; Negara Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo Asahan Selatan dan Labuhanbatu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku; Negara Sumatera Selatan.
a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam Perjanjian Renville tanggal 17 Januari tahun 1948; Negara Indonesia Timur; Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta; Negara Jawa Timur; Negara Madura; Negara Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo Asahan Selatan dan Labuhanbatu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku; Negara Sumatera Selatan.
b.
Satuan-satuan kenegaraan yang Tegak sendiri: Jawa Tengah; Bangka; Belitung;
Riau; Kalimantan Barat (daerah istimewa) Dayak Besar; Daerah Banjar; Kalimantan
Tenggara; dan Kalimantan Timur. a dan b ialah daerah-daerah bagian yang dengan
kemerdekaan menetukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan federasi Republik Indonesia
Serikat, berdasarkan yang ditetapkan dalam konstitusi ini, dan lagi,
c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang
bukan daerah- daerah bagian Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat
berdasarkan Konstitusi RIS tahun 1949 itu, wilayah Republik Indonesia sendiri masih
tetap ada di samping Negara federal Republik Indonesia Serikat. Karena sesuai
dengan pasal 2 Konstitusi RIS, Republik Indonesia diakui sebagai salah satu Negara
bagian dalam wilayah Republik Indonesia Serikat, yaitu mencakup wilayah yang
disebut dalam Persetujuan Renville. Dalam wilayah federal, berlaku Konstitusi
RIS, tetapi dalam wilayah Republik Indonesia sebagai salah satu Negara bagian
tetap berlaku UUD 1945 (Jimly Asshiddiqie, 2010: 37-38).
3.
Bentuk Negara Republik Indonesia Serikat
Dalam muatan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat 1949 maka dapat diketahui bahwa bentuk negaranya adalah Federal. Hal
ini dapat dilihat dalam Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam
alinea III yang mengemukakan antara lain: “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan
kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik federasi,
berdasarkan….” Selain itu, dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS
berbunyi, “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara
hukum yang demokrasi dan berbentuk Federasi”. Hal tersebut menegaskan bahwa Republik
Indonesia Serikat memiliki bentuk negara federal.
4.
Alat Perlengkapan Negara
Ketentuan pada Bab III tentang Perlengkapan
Republik Indonesia Serikat dalam ketentuan umum mengatur mengenai siapa-siapa yang
menjadi alat perlengkapan negara Republik Indonesia Serikat. Ketentuan tersebut
berbunyi: alat perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat ialah:
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung Indonesia
f. Dewan Pengawas Keuangan
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung Indonesia
f. Dewan Pengawas Keuangan
Presiden dan menteri-menteri bersama-sama
merupakan pemerintah (pasal 68 ayat (2)); Pemerintah dipilih oleh orang-orang
yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian (pasal 69 ayat (2));
pemerintah ini bertugas untuk melakukan penyeleggaraan pemerintahan federal
(pasal 117 ayat (2)); dan bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
(pasal 118 ayat (2)). Senat ialah wakil dari setiap Negara bagian (pasal 80
ayat 1); setiap negara bagian diwakili oleh dua orang senat (pasal 80 ayat 2);
dan tugas senat adalah setiap anggota senat mengeluarkan satu suara dalam Senat
(ketika permusyawaratan) (pasal 80 ayat 3). Anggota-anggota senat ditunjuk oleh
pemerintah daerah-daerah bagian (pasal 81 ayat 1). Dewan Perwakilan Rakyat
dipilih berdasarkan aturan-aturan yang ada (pasal 111); anggota DPR terdiri atas
150 anggota untuk mewakili seluruh bangsa Indonesia (pasal 98). DPR memiliki
hak interpelasi dan hak menanya (pasal 120) dan juga hak menyelidiki (pasal
121), hak ini dilakukan ketika meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah. Mahkamah
Agung berfungsi pada bidang peradilan, sedang untuk susunan dan kekuasaannya
diatur dalam UU (pasal 113). MA diangkat oleh Presiden dengan mendengarkan Senat
(pasal 114 ayat 1). Susunan dan kekuasaan Dewan Pengawas Keuangan diatur dalam
UU (pasal 115). Dewan Pengawas Keuangan diangkat oleh Presiden dengan
mendengarkan Senat (pasal 116 ayat 1).
5.
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Serikat
Dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa
kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah
bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Tugas penyelenggaraan
pemerintah federal dijalankan oleh Pemerintah. Dalam ketentuan pasal 117 (2)dinyatakan
bahwa Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa
mengurus supaya konstitusi, UU Federal, dan peraturan-peraturan lain yang
berlaku untuk Republik Indonesia Serikat. Asas dasar atas kekuasaan penguasa diatur dalam ketentuan pasal 34 Konstitusi RIS yang berbunyi, “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan dilakukan menurut hak pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”. Menurut pasal-pasal Konstitusi RIS 1949 sistem pemerintahan Negara yang dianut adalah system pemerintahan Kabinet Parlementer. Dalam sistem ini, Kabinet bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sebaliknya, apabila Pemerintah tidak dapat menerima kebijaksanaan Dewan Perwakilan Rakyat dan menganggap Dewan Perwakilan Rakyat tidak representative, Pemerintah dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat; dan pembubaran ini diikuti dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru (Soehino, 1992: 66). Ketentuan pasal 118 Konstitusi RIS berbunyi, “(1) Presiden tidak bisa diganggu gugat; (2) Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri sendiri dalam hal itu”. Dari ketentuan tersebut, Republik Indonesia Serikat dikatakan memiliki sistem pemerintahan parlementer karena yuridis formal yang ada mengatur bahwa Kabinet bertanggungjawab atas DPR. Hal tersebut sesuai dengan ciri system pemerintahan parlementer. Namun, ketika pasal 122 Konstitusi RIS ditelaah, maka akan ditemukan penyimpangan dari system pemerintahan parlementer. Ketentuan pasal 122 Konstitusi RIS berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet dan masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”. Muatan dari ketentuan tersebut berbeda dengan cirri-ciri sistem pemerintahan parlementer. Sudah disebutkan di atas bahwa cirri sistem parlementer adalah apabila pertanggungjawaban Menteri tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, di dalam penyelenggaraan ketatanegaraan RIS, ketika Kabinet tidak mampu mempertanggungjawabkan segala kebijakan yang telah dilakukannya maka pihak DPR tidak dapat berbuat apa-apa.
berlaku untuk Republik Indonesia Serikat. Asas dasar atas kekuasaan penguasa diatur dalam ketentuan pasal 34 Konstitusi RIS yang berbunyi, “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan dilakukan menurut hak pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”. Menurut pasal-pasal Konstitusi RIS 1949 sistem pemerintahan Negara yang dianut adalah system pemerintahan Kabinet Parlementer. Dalam sistem ini, Kabinet bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sebaliknya, apabila Pemerintah tidak dapat menerima kebijaksanaan Dewan Perwakilan Rakyat dan menganggap Dewan Perwakilan Rakyat tidak representative, Pemerintah dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat; dan pembubaran ini diikuti dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru (Soehino, 1992: 66). Ketentuan pasal 118 Konstitusi RIS berbunyi, “(1) Presiden tidak bisa diganggu gugat; (2) Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri sendiri dalam hal itu”. Dari ketentuan tersebut, Republik Indonesia Serikat dikatakan memiliki sistem pemerintahan parlementer karena yuridis formal yang ada mengatur bahwa Kabinet bertanggungjawab atas DPR. Hal tersebut sesuai dengan ciri system pemerintahan parlementer. Namun, ketika pasal 122 Konstitusi RIS ditelaah, maka akan ditemukan penyimpangan dari system pemerintahan parlementer. Ketentuan pasal 122 Konstitusi RIS berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet dan masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”. Muatan dari ketentuan tersebut berbeda dengan cirri-ciri sistem pemerintahan parlementer. Sudah disebutkan di atas bahwa cirri sistem parlementer adalah apabila pertanggungjawaban Menteri tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, di dalam penyelenggaraan ketatanegaraan RIS, ketika Kabinet tidak mampu mempertanggungjawabkan segala kebijakan yang telah dilakukannya maka pihak DPR tidak dapat berbuat apa-apa.
6.
Hubungan Negara dengan Rakyat
Di dalam suatu negara, dalam penyelenggaraan
pemerintah Negara tentu terjadi interaksi antara peguasa (pemerintah) dengan
yang diperintah (Rakyat). dalam interaksi tersebut maka akan terjadi adanya hak
dan kewajiban antara keduanya. Terkait hal tersebut, Konstitusi RIS mengatur
pula hubungan antara negara (pemerintah) dengan rakyat. di dalam Konstitusi
RIS, rakyat dijamin hak dan kebebasan dasar manusia. Hal tersebut dapat dilihat
dalam Konstitusi RIS bagian V mengenai hak-hak dan kebebasan – kebebasan dasar
manusia, yang diantaranya:
a. Hak hidup à pasal 7 ayat 1
b. Hak merdeka à meliputi hak politik (pasal 22), hak hukum (pasal 7 ayat 2-3), hak sipil (pasal 19, pasal 20)
c. Hak memiliki à pasal 25, meliputi hak tentang pekerjaan (pasal 27 ayat 1) dan hak mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
b. Hak merdeka à meliputi hak politik (pasal 22), hak hukum (pasal 7 ayat 2-3), hak sipil (pasal 19, pasal 20)
c. Hak memiliki à pasal 25, meliputi hak tentang pekerjaan (pasal 27 ayat 1) dan hak mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
Sedangkan rakyat Indonesia memiliki kewajiban yang tertera dalam
pasal 31 yaitu “setiap orang yang berada di daerah negara harus patuh kepada UU
termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang
sah dan yang bertindak sah”.Kewajiban dari pemerintah tertera pada ketentuan
pasal 117 (2) dinyatakan bahwa Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia
dan teristimewa mengurus supaya konstitusi, UU Federal, dan peraturan-peraturan
lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat.
Dari muatan Konstitusi RIS tersebut maka dapat dilihat bagaimana
hubungan antara pemerintah dengan rakyat secara yuridis formal selain RIS
berlangsung.
C.
Faktor-Faktor Penyebab
Runtuhnya Negara Republik Indonesia Serikat
Sejak terbentuknya Negara Republik Indonesia
Serikat di bawah kekuasaan Konstitusi RIS 1949 pada tanggal 27 Desember 1949,
perjuangan bangsa Indonesia menentang susunan negara yang
federalistik semakin kuat, rakyat Indonesia menghendaki susunan Negara yang unitaris (kesatuan). Bentuk dari penentangan tersebut dilakukan rakyat Indonesia dengan menyampaikan tuntutan-tuntutan dan hal tersebut terjadi di berbagai daerah. Karena faktor kesamaan pemikiran ini, beberapa daerah bagian menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Hal ini dibenarkan dalam UU Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan dari Wilayah Negara Republik Indonesia Serikat; LN No. 16 Tahun 1950 mulai berlaku 9 Maret 1950. UU Darurat tersebut sebagi pelaksanaan dari ketentuan pasal 44 konstitusi RIS. “Perubahan daerah sesuatu daerahbagian, begitu pula masuk ke dalam atau menggabungkan diri kepada suatu daerah bagian yang telah ada, hanya boleh dilakukan oleh sesuatu daerah-sungguhpun sendiri bukan daerah bagian- menurut aturan- aturan yang ditetapkan dengan UU federal, dengan menjunjung asas- asas seperti tersebut dalam pasal 43, dan sekedar hal itu mengenai masuk atau menggabungkan diri, dengan persetujuan daerah bagian yang bersangkutan” (Soehino, 1992: 73). Akibat dari adanya penggabungan ini, maka negara Republik Indonesia Serikat terdiri dari tiga Negara bagian yaitu meliputi Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur. Atas kejadian ini maka kewibawaan pemerintahan negara federal menjadi berkurang dan sebagai solusinya maka diadakan permusyawaratan antara pemerintah negara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia (meawakili Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur). Dari permusyawaratn tersebut dihasilkan keputusan bersama yaitu persetujuan 19 Mei 1950 yang pada pokoknya disetujui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk bersama- sama melaksanakan negara kesatuan dan untuk itu diperlukan sebuah undang-undang dasar Sementara dari kesatuan ini, yaitu dengan cara mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga essentialia UUD 1945 yaitu antara lain pasal 27, pasal 29, pasal 33 ditambah bagian-bagian yang baik dari konstitusi Republik Indonesia Serikat termasuk didalamnya (Joeniarto, 1990: 71-72). Dan semenjak itulah UUD RIS diruntuhkan Ir. Soekarno kembali mengaktifkan UUD 1945 yang kita kenal sampai sekarang tentunya UUD 1945 perlu diubah/diamandemen. Sampai sekarang saja UUD 45 sudah 4 kali diamandemen.
federalistik semakin kuat, rakyat Indonesia menghendaki susunan Negara yang unitaris (kesatuan). Bentuk dari penentangan tersebut dilakukan rakyat Indonesia dengan menyampaikan tuntutan-tuntutan dan hal tersebut terjadi di berbagai daerah. Karena faktor kesamaan pemikiran ini, beberapa daerah bagian menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Hal ini dibenarkan dalam UU Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan dari Wilayah Negara Republik Indonesia Serikat; LN No. 16 Tahun 1950 mulai berlaku 9 Maret 1950. UU Darurat tersebut sebagi pelaksanaan dari ketentuan pasal 44 konstitusi RIS. “Perubahan daerah sesuatu daerahbagian, begitu pula masuk ke dalam atau menggabungkan diri kepada suatu daerah bagian yang telah ada, hanya boleh dilakukan oleh sesuatu daerah-sungguhpun sendiri bukan daerah bagian- menurut aturan- aturan yang ditetapkan dengan UU federal, dengan menjunjung asas- asas seperti tersebut dalam pasal 43, dan sekedar hal itu mengenai masuk atau menggabungkan diri, dengan persetujuan daerah bagian yang bersangkutan” (Soehino, 1992: 73). Akibat dari adanya penggabungan ini, maka negara Republik Indonesia Serikat terdiri dari tiga Negara bagian yaitu meliputi Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur. Atas kejadian ini maka kewibawaan pemerintahan negara federal menjadi berkurang dan sebagai solusinya maka diadakan permusyawaratan antara pemerintah negara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia (meawakili Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur). Dari permusyawaratn tersebut dihasilkan keputusan bersama yaitu persetujuan 19 Mei 1950 yang pada pokoknya disetujui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk bersama- sama melaksanakan negara kesatuan dan untuk itu diperlukan sebuah undang-undang dasar Sementara dari kesatuan ini, yaitu dengan cara mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga essentialia UUD 1945 yaitu antara lain pasal 27, pasal 29, pasal 33 ditambah bagian-bagian yang baik dari konstitusi Republik Indonesia Serikat termasuk didalamnya (Joeniarto, 1990: 71-72). Dan semenjak itulah UUD RIS diruntuhkan Ir. Soekarno kembali mengaktifkan UUD 1945 yang kita kenal sampai sekarang tentunya UUD 1945 perlu diubah/diamandemen. Sampai sekarang saja UUD 45 sudah 4 kali diamandemen.
Contoh perilaku atau sikap dalam pokok pikiran pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
a.
Pokok pikiran pertama , yaitu :
1) adanya pengakuan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak kodrat dari setiap bangsa untuk merdeka,
2) adanya pernyataan bahwa bangsa Indonesia tidak menyetujui adanya penjajahan di atas dunia karena hal ini tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,
1) adanya pengakuan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak kodrat dari setiap bangsa untuk merdeka,
2) adanya pernyataan bahwa bangsa Indonesia tidak menyetujui adanya penjajahan di atas dunia karena hal ini tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,
3)
adanya suatu keinginan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan, dan
4) adanya pernyataan bahwa bangsa Indonesia
siap membantu bangsabangsa lain untuk merdeka.
b. Pokok pikiran kedua , yaitu :
1) bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah sampai pada saat yang tepat,
yaitu kemerdekaan;
2) bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati para pahlawan bangsa yang telah mengantarkannya ke depan pintu gerbang kemerdekaan;
1) bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah sampai pada saat yang tepat,
yaitu kemerdekaan;
2) bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati para pahlawan bangsa yang telah mengantarkannya ke depan pintu gerbang kemerdekaan;
3) bahwa kemerdekaan bukan merupakan
akhir perjuangan bangsa Indonesia, melainkan hanya suatu jembatan untuk menuju terwujudnya
cita-cita bangsa, yaitu suatu keadaan masyarakat yang adil dan
c. Pokok pikiran ketiga , yaitu :
1) Adanya pengakuan religious bahwa kemerdekaan yang diperoleh merupakan berkat dan rahmat Allah yang Maha Kuasa.
2) Bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi oleh keinginan yang luhur untuk menjadi suatu bangsa yang bebas dari penjajahan.
3) Adanya pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
d. Pokok pikiran keempat
1) adanya keinginan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2) adanya keinginan untuk memajukan kesejahteraan umum;
3) adanya keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;
4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
c. Pokok pikiran ketiga , yaitu :
1) Adanya pengakuan religious bahwa kemerdekaan yang diperoleh merupakan berkat dan rahmat Allah yang Maha Kuasa.
2) Bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi oleh keinginan yang luhur untuk menjadi suatu bangsa yang bebas dari penjajahan.
3) Adanya pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
d. Pokok pikiran keempat
1) adanya keinginan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2) adanya keinginan untuk memajukan kesejahteraan umum;
3) adanya keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;
4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
·
Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
·
Manusia Indonesia percaya
dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
·
Tidak memaksakan suatu agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
·
Mengakui dan memperlakukan
manusia sesuai dengan hajat martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
·
Berani membela kebenaran dan
keadilan
·
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan
3. Persatuan Indonesia
·
Mampu menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi
atau golongan
·
Mengembangkan rasa cinta
tanah air dan bangsa
·
Mengembangkan rasa
kebangsaan dan bertanah air Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyahwaratan perwakilan
·
Sebagai warga Negara dan
warga masyarakat setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
·
Tidak boleh memaksakkan
kehendak kepada orang lain.
·
Mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan dan kepentingan bersama.
5. Keadilan sosial bagi seruluh rakyat Indonesia
·
Mengembangkan perbuatan yang
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
·
Suka bekerja keras
·
Menghormati hak orang lain.
Comments
Post a Comment